Persahabatan Sejati...

Persahabatan Sejati...

Persahabatan Sejati...

“Baiklah, Ya ya, Aku akan segera ke sana. Oke, Assalamualaikum”. “Waalaikumsalam…”
Tutt.. Tutt.. Tutt…

Rayya berencana akan pergi jalan-jalan bersama Kirana, sahabatnya. Karena beberapa hari lagi, Rayya akan pindah rumah karena urusan pekerjaan Ayahnya. Rayya tidak mau membuat Kirana bersedih. Rayya ingin menghabiskan banyak waktu bersama Kirana.

Rayya segera bersiap-siap. Ia memakai baju lengan panjang warna ungu muda, rok panjang warna putih dan juga kerudung segitiga warna ungu motif kupu-kupu. Rayya membawa tas selempang yang diisinya dengan handphone, buku novel, dan sejumlah uang. “Bu, Aku mau keluar dulu ya” ucap Rayya. “Iya, sama Pak Adi ya?” tebak Ibu. “Iya Bu, nggak lama kok. Ya udah, Rayya berangkat dulu. Assalamualaikum” pamit Rayya. “Waalaikumsalam” jawab Ibu lembut.

“Mau ke mana Non?” tanya Pak Adi, sopir keluarga Rayya. “Mau jalan-jalan Pak. Tapi, ke rumah Kirana dulu” ujar Rayya. “Sipp deh” kata Pak Adi. Ketika Kirana sudah ada di dalam mobil. “Ke mana dulu Non?” tanya Pak Adi. “Ke Mall Sasha Kiki saja ya Pak” pinta Rayya. Pak Adi pun melajukan mobil menuju Mall Sasha Kiki. Selama perjalanan, Rayya dan Kirana asyik bercakap-cakap.

“Pak Adi tunggu sini aja yah” pesan Rayya. “Iya Non, nanti kalau nggak ada cari aja di parkiran” pesan Pak Adi. “Iya deh Pak” jawab Rayya. “Yuk kita masuk Ray” ajak Kirana semangat. “Ayuk!” balas Rayya. “Nanti kamu beli apa?” tanya Rayya antusias. “Aku mau beli alat lukis sama apa ya?” ucap Kirana sembari meletakkan jari telunjuknya di dagu. “Ha.. ha.. ha..” Rayya tertawa. “ke sana yuk” ajak Kirana seraya menarik tangan Rayya.

Dua jam lamanya mereka berbelanja. Rayya membeli kerudung pashmina, buku komik, dan sepatu (berbentuk seperti sepatu balet) warna cokelat tua. Kirana membeli satu paket alat lukis, jaket warna biru langit, bandana warna hijau muda dengan hiasan bintang di pinggirannya, dan sebuah kacamata.
“Eh Ray, aku lapar nih” rengek Kirana. “Iya, aku juga” keluh Rayya. “Kita beli makanan di situ yuk” ucap Kirana sambil menunjuk ke sebuah kedai yang ada dalam Mall yang bernama ‘Hungry Daze’. “kamu masih punya cukup uang?” tanya Rayya. “iya masih, emangnya kamu gak punya?” Kirana bertanya balik. “masih banyak kok, yuk cepetan ke sana!” ajak Rayya yang sudah tak sabar.

Rayya dan Kirana ada di meja nomor empat belas. “mau pesan apa dek?” tanya seorang pelayan bernama Mbak Vita (ada di saku bajunya). “Burger saus sambal satu, pudding cokelat satu, minumnya jus alpukat” pesan Rayya. “Adek yang satunya lagi?” tanya Mbak Vita lagi. “Ayam goreng pedas plus nasinya satu, dessertnya Coconut Ice cream, dan minumnya milkshake rasa bubble gum” jelas Kirana panjang lebar. “Oke, tunggu sepuluh menit ya” ucap Mbak Vita ramah. “Ng.., kamu bisa ketemuan nggak?, lusa di rumahku?” tanya Rayya sedikit ragu. “iya boleh, ada apa?”. “nggak ada apa-apa, kamu bisa bawa sesuatu untukku?”. “Tentu saja bisa, memangnya ada apa sih Ray?, jujur saja sama aku” paksa Kirana. “Intinya, kamu harus datang dan bawa sesuatu. Itu untuk kenang..” Ups!, Rayya keceplosan. “Eh, pesanannya sudah datang!” Rayya mencoba mengalihkan topik pembicaraan. Kirana akhirnya melupakan itu dan fokus pada makanannya. Dasar Kirana!.

“Allahu akbar.. Allahu akbar…” suara adzan subuh berkumandang. Rayya segera bangun dari tidurnya. Ia bergegas mengambil air wudlu dan sholat subuh berjamaah di musholla. Selesai sholat subuh, Rayya membantu Ibu memasak. Setelah itu, Rayya mandi dan lekas memakai seragamnya.

“Nak, jangan lupa ya!, kemasi barang-barangmu nanti malam!” nasihat Ibu. “Iya bu,” jawab Rayya patuh. “Rayya berangkat dulu, Assalamualaikum”. “Waalaikumsalam,”.

Kringg.. Kringgg… Kriingg..
Bel masuk telah berbunyi. Rayya dan Kirana masuk ke kelas masing-masing. Rayya kelas lima-A dan Kirana kelas lima-B. Tak lama, Bu Aminah (guru kelas Rayya) memasuki kelas. “Assalamualaikum warohmatullahi wabarakatuh…” koor anak-anak. “Waalaikumsalam” jawab Bu Aminah singkat. “Anak-anak, tak lama lagi teman kalian akan ada yang pindah” ucap Bu Aminah dengan nada sedih. “Siapa Bu?” tanya Pipit. “Teman kita Rayya” ucap Bu Aminah. “Rayya, ayo maju ke depan” perintah Bu Aminah. Bu Aminah memberi sebuah kado sebagai kenang-kenangan. Teman-teman Rayya sangat sedih. Mereka berpelukan sebagai tanda perpisahan. “Baiklah, Anak-anak ayo mulai pelajaran hari ini, buka buku paket matematika halaman 176 ya” jelas Bu Aminah mencoba menghilangkan kesedihan. “Baik Bu” jawab Anak-anak lesu.

Sepulang sekolah, Rayya segera ganti baju. Rayya akan membeli sebuah kado untuk Kirana. Rayya menaiki sepedanya. Jarak antara rumah Rayya dan Toko tersebut tidak terlalu jauh. Sesampainya di sana, Rayya segera memarkirkan sepedanya.

‘Kling,’ bunyi lonceng yang dipasang di pintu toko pertanda ada pembeli masuk. “hmm.., apa ya?” gumam Rayya. Matanya tertuju pada sebuah buku diary biru tua bergambar dua orang anak berjilbab yang sedang bergandengan tangan. Pas sekali. Dua orang anak itu, Rayya dan Kirana. Dan Kirana sangat suka sekali warna biru tua. Rayya mengambil buku diary tersebut. Lalu, Ia segera berjalan melihat-lihat, sekiranya kado apa lagi yang pas untuk Kirana. “Wih, pasti Kirana suka. Kan katanya Ia mau membeli ini tapi uang tabungannya belum cukup” sorak Rayya dalam hati. Rayya pun memasukkan jam tangan putih dengan kaca berbentuk love dan jarum jam berwarna ungu itu. “apa lagi ya?” Rayya berbicara sendiri. Rayya melihat boneka teddy bear kembar warna cokelat tua dan cokelat muda. Rayya melihat harga yang tertera Rp 15.000,- “hmm.., tidak cukup mahal” gumam Rayya. Boneka kembar itu sudah ada di tangan. Terakhir, Rayya menuju counter kartu ucapan. “mas, yang ini saja ya” ucap Rayya sembari memegang kartu ucapan warna biru tua bergambar kupu-kupu. “empat ribu rupiah” ujar Mas Aldi, penjaga counter. Rayya memang sudah akrab dengan petugas toko. Karena pemilik toko tersebut adalah tetangganya sendiri, Om Hans. “Oya, sekalian aku pilih kertas kado juga. Gambar emoticon warna pink itu aja” kata Rayya seraya menunjuk-nunjuk. “dibungkus di sini?, pake pita?, kartu ucapannya dimasukkan?” berondong Mas Aldi. “iya deh, pake pita merah, dan pinjam pulpen buat nulis kartu ucapannya” celoteh Rayya.

Ting tong.. Ting tong..
Rayya menekan bel rumah Kirana. “Eh, Rayya!, ada apa?, masuk dulu yuk” ujar Kirana. “Nggak usah Kiran, aku cuma mau kasih ini aja kok” jelas Rayya sambil menyerahkan kadonya. “Wow, terima kasih Ray, aku juga punya sesuatu untuk kamu loh” kata Kirana sambil ngeloyor masuk ke dalam rumahnya. Sesaat kemudian, Kirana muncul. “ini..” ucap Kirana seraya menyerahkan sebuah kado kecil. “terima kasih Kiran, Aku pulang dulu ya, keburu dicariin Ibu” Rayya sedikit berbohong. “Baiklah, Dahhh…”. “Dahh..”.

“cepetan Ray” ingat Kak Nay, kakak kandung Rayya. Nama lengkapnya Nayya Puspitasari. Nay panggilannya. “Iya Kak, ” tanggap Rayya. Rayya segera masuk ke dalam mobil.

Dua puluh menit kemudian….
Rayya sudah sampai di bandara. Jam keberangkatan hanya tinggal empat puluh lima menit lagi. 

“Duh, masa Kirana lupa sih” gumam Rayya cemas sambil memandangi jam tangannya. “Rayya!!” teriak seseorang. Akhirnya, suara yang diharapkannya tiba. “Kirana!, kukira kamu tidak datang” ucap Rayya sambil menggenggam erat tangan Kirana seolah tak mau kehilangan Kirana. “mana mungkin Aku tidak datang” canda Kirana. “Aku tidak ingin berpisah denganmu Kiran” ucap Rayya sedih. 

“Tak apa, kita bisa SMS, WA, dan lainnya. Oya, Aku punya sesuatu. Ini bisa jadi kenang-kenangan” jelas Kirana sambil mengeluarkan dua buah kalung liontin yang berliontin love bergambar foto mereka. Untuk Rayya bergambar Kirana. Dan untuk Kirana bergambar foto Rayya. “Terima kasih Kiran, Aku pasti akan selalu mengingatmu” kata Rayya. “Aku juga” balas Kirana. “UNTUK PENUMPANG PESAWAT GARUDA E227 HARAP SEGERA MASUK”. “Ayo Rayya!” ajak Ibu dan Kak Nay. “Sampai jumpa Kiran”. Kirana hanya membalasnya dengan senyum perpisahan dan lambaian tangan.

Teman Atau Lawan...

Teman Atau Lawan...

Teman Atau Lawan...

Terasa hariku tak pernah dipenuhi dengan namanya kasih sayang yang tulus. Mereka hanya memanfaatkan apa yang aku miliki. Aku tau dan aku pun sangat mengertikan hal itu. Tak ada seorang pun yang mengerti akan apa yang aku rasakan, apa yang aku fikirkan tak seperti apa yang mereka katakan, ya aku pun paham akan hal itu. Gelak tawa seakan tak bisa mengoyahkan hatiku, aku melihat dari balik pepohonan apa yang tengah mereka ucapkan, aku hanya bisa tersenyum mendengar apa yang mereka katakan tentang diriku.

“Buat apa sih loe kemari?” Aku tak pernah mengerti mengapa sikap Sarah berubah begitu saja padaku, dia seakan tak mengenali adanya aku di dekatnya. Mungkin karena aku ini tak ia anggap lagi. Aku terdiam dan memandang sebelah mata dan segera meninggalkan dirinya bersama dengan sahabat barunya.

Di tengah situasi hatiku yang kacau datanglah seseorang yang tak pernah sekali pun aku anggap, ya aku sangat amat menyadari bahwa aku ini terlalu cuek bahkan tak mengertikan perasaannya. Dia selalu membuatku marah, kesal, jengkel. Tapi dia juga sering ada saat aku tak ada tempat bersandar. Seperti saat ini. Dia memandangku seraya melemparkan senyuman tulusnya.

“Kesal ya. Hidup itu harus dibuat santai. Aku tau kamu pasti kesal kan! Karena Sarah telah menjauhimu begitu juga teman-temanmu yang lain, benar kan? Sudahlah jangan diambil pusing. Mereka semua itu sama. Hanya mementingkan dirinya masing-masing. 

Kenapa aku jadi curhat sama kamu ya?” Tanya dia dengan senyuman yang sama.

“Nggak apa-apa kok. Kamu memang benar Do”

“Benar? Benar apaan?” Tanyanya seraya mengerutkan dahinya.

“Aldo aku tau kok, teman-teman kita itu hanya suka dan hanya suka melihat teman-teman 
yang lainnya menderita. Aku juga tau kok apa pentingnya sih diriku bagi mereka? Tidaklah penting. Itulah jawaban seharusnya.” Aku tertunduk dan menatap ke bawah.

“Kita itu sama Wa! Tidak ada yang memahami dan mengerti, tapi maaf ya sebelumnya,”
Aku segera memandanginya, “maaf kenapa? Dan kenapa harus meminta maaf padaku?”
“Karena aku banyak salah sama kamu, kamu memang benar. Kamu telah menyadarkan aku apa pentingnya sahabat. Sahabat yang benar-benar menyayangi kita itu ternyata sulit dicari. Saat mereka membutuhkan kita mereka datang dan saat kita memburuhkan mereka mereka pergi begitu saja. Ternyata sakit juga seperti itu” terangnya seraya memalingkan wajahnya. “Tapi tidak apa-apa karena aku sekarang menjadi tau siapa yang teman dan siapa yang lawan.”

“Sekarang kamu sendirian ya? Ke mana teman-teman kamu?”

“Mereka pergi,” jawab Aldo singkat.

“Loe, bagi kami itu sampah. Ya kenapa! Kaget? Em… inilah kami, kamu terlalu bodoh untuk kami tipu dan kamu terlalu percaya akan apa yang kita ucapkan.”

“Begitulah mereka,” terangnya dengan nada yang sedikit turun.

“Tapi aku bahagia kok ternyata masih ada teman yang mau berteman sama aku tanpa memandang apa yang saat ini kumiliki.”

“Kamu bicara tentang siapa?”

“Kamu?”

“Aku?” Aku menunjuk diriku sendiri.

“Iya kamu, kita bukan musuh, aku yang terlalu membencimu.”

“Begitu pun diriku, aku yang terlalu dalam mengecap dirimu sebagai musuhku. Tapi setelah aku lihat dan kuperhatikan kamu ternyata beda. Tak seperti yang mereka kira.”

“Biarkanlah mereka membicarakan apa yang mereka inginkan. Tapi apakah mereka sendiri tau apa yang mereka katakan itu benar ataukah salah! Tak ada yang taukan selain mereka sendiri?”

“Kamu benar!”

“Jadi gimana! Kita teman apa musuh?” Tanya Aldo dengan menyipitkan kedua bola matanya.

“Teman.”

Cinta Dari Masa Kecil Yang Terpisah

Ini merupakan salah satu cerita masa kecilku, dan cerita ini sangat nyata saya alami tanpa banyak basa basi langsung saja kita ke ceritanya yaitu Cinta Dari Masa Kecil Yang Terpisah.

Cinta Dari Masa Kecil Yang Terpisah


Awal cerita bermula pada saat saya SD kelas 6 nama saya Yogi anak pertama dari 4 bersaudara dan saya tinggal di Kota Binjai. Dan saya ada teman wanita yang bernama Miranti Pratiwi yang sering di panggil dengan Tiwi. Tiwi ini anak pertama dari 3 bersaudara dia tinggal di Aksari Kota Kisaran di belakang setasiun kereta api.

Awal saya berkenalan dengan dia ketika bulek saya pesta dengan pamannya  tiwi, ketika saya sering pergi ke kisaran kami semakin sering jumpa bahkan saya sering bermain bersama dengannya. Dan sehinggalah kami menjadi dekat, ya awalnyakan masih anak-anak ingusan belum begitu paham dengan apa itu pacaran.

Semakin lama kami bermain dan semakin dekat hubungan kami kemana dia pergi pasti saya ikut karena saya tidak tau jalan di daerah kisaran. Namun pada saat saya sudah ingin balik ke Binjai dia menyusul saya ke stasiun dan memberikan saya cincin dan dari pertama kami sudah saling meyukai satu sama lain.

Semenjak saya tidak pernah pigi kisaran lagi saya tidak pernah jumpa lagi dengan dia namun kami jumpa ketika saya membuat acara khitanan dan dia menghadiri acara saya. Dan pas ketika dia datangnya malam minggu saya membawa dia jalan jalan dan gantian sekarang dia yang mengikuti saya. Hari pun berlalu menjadi hari minggu dan saatnya dia pulang ke kisaran kembali karena pada hari senin dia akan masuk sekolah.

Hari semakin berlalu dan kami sudah tidak ada kabaran sama sekali, dan saya selalu mencari dia dari FB namun ternyata selama ini dia memiliki nama yang lengkap yaitu Miranti Pratiwi. Selama ini saya hanya tau nama dia itu hanya Tiwi dan saya cari FB nya dengan nama Tiwi namun tidak ketemu juga. Semakin hari berlalu dan sampai 8 tahun kami tidak berjumpa dan tidak ada kabaran sama sekali.

Pada saat saya sudah berumur 19 tahun akhir saya mendapatkan FB nya melalui FB bulek saya, saya lihat foto dia biar pun sudah menjadi wanita yang dewasa yang manis namun saya masih tanda dengan nya. Akhirnya saya ajak berteman tidak sampai berapa jam langsung di terima pertemanan saya, tanpa menunggu lama langsung saja saya chat dia

Yogi : hai.. boleh nanya gak..?
Tiwi : hai juga.. boleh
Yogi : rumah kamu di kisaran ya?
Tiwi : iya..
Yogi : di belakang kisaran ya..?
Tiwi : iya..
Yogi : kalau tidak salah rumah kamu di depan tanah lapang ya..?
Tiwi : ihh kamu kok tau semuanya sich (pura" gak gak kenal, padahal dalam hatinya eh anak ini rupanya)
Yogi : kamu gak kenal dengan saya..?
Tiwi : kenal la masa gak kenal (sudah mulai jujur)

Dan kami saling berbalas chat dan akhirnya saya sudah tidak sabar untuk bertanya dan akhirnya saya bertanya

Yogi : kamu uda punya pacar..?
Tiwi : belum ada.. emangnya kenapa
Yogi : gakpp sich cuma nanya doank... masa gak ada pacarnya..
Tiwi : iya emang gak ada ngapain juga tiwi bohong..

Dan semakin hari semakin dekat dan kami sudah sering teleponan dan akhirnya pada saat ketepatanya pada waktu yang tepat saya meminta izin kepada mama nya tiwi untuk mendekatti. Akhirnya mamanya mengizini untuk dekat dengan saya.

Tanpa menunggu lama pada tanggal 17*11*2017 kami jadian dan kami saling berjanji agar tidak menghilang lagi. Dan mamanya akan merestui kami di tahun yang akan datang pada tahun 2022.

Persahabatan Kembali Utuh Karena Diary

Image result for Persahabatan Kembali Utuh Karena Diary

Persahabatan Kembali Utuh Karena Diary...

BRAAKK!!
Sonia masuk ke kamarnya dan membanting pintu. Sang kakak yang sedang membungkus kado terkejut. Ia segera menyusul sembari membawa kado. Alangkah terkejutnya Zulva, mendapatkan Sonia menangis di pinggir ranjangnya.

Zulva duduk di samping Sonia. “Sonia, kamu kenapa, dik??” tanya Zulva lembut. “Huhuhu tadi…,” Sonia menceritakan semuanya. Sonia bercerita, ada anak baru di kelas. Namanya Zitha. Zitha sungguh iri terhadap Sonia. Entah iri karena apa. Lalu, saat Sonia dan Nadia (sahabatnya) di kantin, Zitha membentangkan kakinya sehingga Sonia tersandung, sehingga jus jeruknya tumpah. Nadia yang tidak sadar, terpeleset air jusnya. Nadia marah terhadap Sonia, dan Zitha memanasi-manasinya. Sonia dan Nadia bermusuhan. Dan, Nadia bersahabat dengan Zitha. “Ya, sekarang Sonia nggak ada temen curhat,” tutup Sonia dengan menahan air matanya. Free Chips 5.000

Zulva hanya bisa menghibur Sonia. “Oya! Happy Brithday, Sonia!!” seru Zulva seraya menyodorkan kado kepada Sonia. Bola Mmata Sonia menjadi bersinar. Ia menerima seraya mengucap “Terima Kasih”. Ia membuka bungkusnya. Sesuai apa yang ia butuhkan sekarang!! Sebuah diary!
Diary berwarna emas dan cover depannya berukir ‘Sweet Diary’. Juga gembok berwarna emas, ada pulpennya berwarna emas berkilauan dan kunci berpadat glitter emas. Emas adalah warna kesukaan Sonia. “Yaudah! kamu ganti baju sana. Bik Asri sudah masak,” ucap Zulva melihat adiknya masih melekat dengan seragamnya. Sang adik hanya menganggukan kepala. Zulva pergi meninggalkan kamar Sonia dan Sonia berganti pakaian.

Usai makan, ia menulis di lembar pertama diarynya.
Ini Adalah Lembar Pertamaku Menulis Diary. Aku Sedih Banget! Nadia, Sahabatku Direbut Sama Zitha [Anak Baru Di Kelasku]. Gara-Gara Zitha, Aku Musuhan Sama Nadia. Nad, Pasti Kita Akan Bertemu Lagi, Pasti! Free Chips 5.000

WAKTU ISTIRAHAT…
Sonia dan kedua teman setianya, Wanda dan Syafira berjalan menuju Ruang Perpustakaan. Sonia meninggalkan diary beserta kuncinya di mejanya. Di kelas hanya ada Nadia, menunggu Zitha kembali dari kamar kecil. “Lama amat, sih Zitha!” gerutu Nadia. Dia melihat Diary Sonia. Ia diam-diam membuka kunci dan membaca. Lembar pertama, dia sedikit haru.

Kulihat Semakin Hari Semakin Dekat Ya, SiNadia sama Zitha. Ya, Nadia Terlihat Bahagia. Mungkin Zitha Teman Sebenarnya Adalah Nadia. Ya, Jika Nadia Bahagia, Aku Akan Bahagia. Aku Cinta Nadia. Jika Kita Sayang Pada Orang Lain, Kita Harus Bisa Membuatnya Bahagia Dengan Melepaskan, Demi Kebahagiaannya.

Kasian Si Nadia! Saat Zitha Izin Ke kamar Mandi, Dia Malah Bertemu Sama Sahabatnya Satu Lagi, Namanya Hani. Zitha Pernah Bilang Ke Hani ‘Han, Ada Ya Yang Level Berteman Sama Nadia, Kecuali Sonia!’ dan kejelekan Nadia lainnya. Ya, Kulihat Zitha Hanya memanfaatkan Si Nadia. Nad, Semoga Kau Cepat Sadar. Free Chips 5.000

Apa Nadia Terlalu Membenciku, Sampai Dia Tidak Sapa Saat Aku Menyapanya. Nad, Asal Kamu Tau! Aku Menjauhimu Demi Kebaikan Dirimu. Kamu Bahagia Bersama Zitha, Dan Aku Rela, Demi Kebahagiaanmu. Aku Sayang Kamu, Nad

Sudah tidak ada lembaran yang berisi tulisan. Nadia terharu sekaligus menyesal membacanya. Dia segera mengunci diary Sonia. “Hai, Nad!” sapa Zitha pada Nadia. Nadia cuek saja. Dia sibuk mencoret di buku orat-oretnya. “Nad!” ucap Zitha mulai emosi, karena tidak direspon olehnya. “Zith! Aku ingin memutuskan tali persahabatan kita,” ucap Nadia.

Hening

“Kenapa?” tanya Zitha beberapa saat.
“Jangan pura-pura nggak tau!” bentak Nadia. “Nadia, aku nggak ngerti?” ucap Zitha. “Kamu pengkhianat, Zith. Kau bersahabat dengan Hani, dan membicarakan kejelekanku, kan?! ‘Ya’ atau ‘Tidak’?!!” bentak Nadia. “Nggak. Aku bukan pengkhianat,” ucap Zitha enteng. “Pokoknya sampai di sini aja persahabatan kita. Aku rela melepas Sonia yang setia demi Zitha si Pengkhianat,” sindir sinis Nadia. “AKU BUKAN PENGKHIANAT!!! DARI MANA KAMU MENDAPAT BERITA ITU!!!???” bentak Zitha. “Diary Sonia!” jawab Nadia. Mereka adu mulut. Semua murid kelasnya melihat. Sebagian murid menenangkan Nadia, sisanya menenangkan Zitha. Free Chips 5.000

“Nadia,” lirih Sonia. Nadia dan Sonia saling berpelukan. Bahkan Sina, si Anak yang agak cengeng, menangis melihat harunya persahabatan. “Maafkan aku, Son. Maafkan aku,” gumam Nadia sembari memeluk Sonia. “Ya, aku maafin!” seru Sonia pelan.

Sejak saat itu, Sonia dan Nadia bersahabat kembali. Dan suatu hari, Zitha meminta maaf pada Nadia dan Sonia. Dan Zitha menjadi sahabat mereka…

Sahabat Kecil...

Sahabat Kecil...


Sahabat Kecil...


Pagi itu dihiasi dengan semilir rintik air dari langit. Membawa udara sejuk menusuk sanubari. Membuat kenyamanan dalam tidurku lebih panjang. Ah, bukankah hari ini libur? Ya hari ini libur, kemudian kutarik selimutku kembali dan memeluk gulingku lebih erat lagi. Rasanya aku tak ingin beranjak.

Tok.. tok.. tok..
Terdengar suara ketukan pintu di kamarku. Enggan segali rasanya bangkit. Kuhempaskan mataku lebih dalam lagi. Free Chips 5.000

Tok.. tok.. tok…
Aku geram. Tidak ada yang berani membangunkan aku di waktu senggangku ini. Berdengus kesal, aku turun dari tempat tidurku dan membukakan pintu.
Ternyata bi Innah, Kepala Asisten rumah tangga di rumahku. Sudah kuduga, pasti dialah orang yang mengganggu tidur nyenyakku hari ini. Karena selain dia, Art yang lain tidak berani melakukan hal ini. Jangankan mengetuk pintu, berdiri di depan kamarku saja mereka tidak ada yang berani.

“Ada apa lagi? Surat? Orang kantor menelepon? Meeting mendadak? Atau ada client ingin bertemu?” Jawabku malas.
“Maaf nona, sudah menggangu tidur nona. Saya hanya memberitahukan bahwa 20 menit lagi Nyonya besar akan sampai”
Aku mengeritkan dahi. Free Chips 5.000
“Hahahahahah… Hai Innah!! Kau menganggu tidurku? Yang baru aku dapatkan setelah aku lembur 3 hari hanya memberitahukan informasi busuk ini? Hahahahaha untung saja Papa yang menghendaki kau di sini!!! Kalau tidak. Sudah lama kau lenyap di sini!!! SUDAH AKU PERINGATKAN!!! AKU TIDAK PERNAH PEDULI DENGAN WANITA ITU!! JANGAN COBA-COBA MENGGANGGUKU LAGI!!!” Kuhempaskan pintu. Aku yakin seisi rumah mendengar hempasan pintu itu.

Aku berjalan menuju balkon di ruang teras kamarku. Mendengus kesal bersama emosi. Ah Innah benar-benar merusak waktu istirahatku hari ini. Sudah beberapa kali aku mengingatkan wanita tua itu, agar tidak perlu susah payah memberitahukan aku tentang kabar seseorang yang disebut “Nyonya Besar” di rumah ini. Nyonya besar yang telah membiarkan gadis kecil menangis di depan halaman rumahnya. Nyonya besar yang rela menitipkan anaknya di rumah pentipian Anak. Nyonya besar yang rela meninggalkan keluarganya demi karir yang selalu dibangga-banggakannya. Nyonya besar…

Aku menangis terisak meningat semua kenangan pahit itu. Memeluk bantal yang ada di sofa. Andaikan semua orang tau betapa sakitnya hatiku ini. Betapa tersiksanya batinku saat ini. Tidak, tidak ada yang tau kondisi hatiku, mereka tidak peduli. Aku hanya sendiri, dari dulu memang sendiri.

Hujan di luar semakin deras, seakaan hujan tau isi hatiku. Yah, aku menikmati hujan ini sendiri. Sendiri dan sendiri lagi. Free Chips 5.000

Ssssttt…
Ssstttttt…
Aku menoleh mencari sumber suara itu.
“Hei hei aku di bawah” ucapnya
Langsung saja aku menoleh ke bawah. Ternyata andre anak pertama bi Innah. Kupalingkan wajahku. Seakan-akan tak melihat andre.
“Hei nonaa, turunkan tali itu.” Ucap andre setengah teriak.
Aku hanya diam saja pura-pura tak mendengar.
“Nonaaaaaaaaa, apa kau mendengarku?”
“Kau mau apa sih! Aku tidak akan menurunkan tali ini. Pergilah sebelum amarahku bertambah”

Tak habis akal. Si andre kemudian masuk ke rumah dan mengetuk pintu kamarku. Dia orang ke dua yang berani mengetuk pintu kamarku. Free Chips 5.000
Mau apa sih anak ini. Lihat saja kalau macam-macam. Akan kubuat dia menyesal. Kulangkahkan kakiku menuju pintu kamar.

“Maaf nonaa… Bolehkah saya masuk?”
“WHATS? Apa kau waras andre? Ibumu saja tidak berani masuk, kalau bukan aku yang menyuruh.”
“Kalau begitu, suruhlah aku masuk ke kamarmu nona. Ayolah plis. Terimakasih nona.”
Tanpa mendengar persetujuanku. Andre masuk ke kamarku. Tampaknya dia kagum melihat isi kamarku yang serba lux. Dari perabotan, pernak pernik dan lemari hiasnya.
Aku memang mendesign kamarku seelok mungkin. Karena aku ingin mendapatkan kesan nyaman di kamarku sendiri.

Andre meneruskan langkahnya ke Balkon di kamarku. Decak kagum dia utarakan saat melihat balkon di kamarku. Dasar anak kampungan pikirku.
“Lalu mau apa kau ke sini?” tanyaku.
“Hei nona lihatlah” Free Chips 5.000
Dia menarik tanganku menuju balkon. Pemandangan yang indah. Hujan telah redah. Digantikan sinar sang surya yang menukik indah di permukaan bumi dan menghasilkan pembiasan cahaya yang menakjubkan. Ya. Pelangi. Bukankah fenomena ini jarang terjadi? Pelangi di pagi hari?

Aku menarik nafas dalam-dalam. Menikmati udara pagi yang segar setelah hujan mengguyur tanah bumi. Senyum indah kupancarkan melihat keindahan pagi ini. Burung-burung asyik bersahutan satu sama lain. Menghasilkan harmonisasi keindahan yang jarang bahkan tak pernah kurasakan.

“Bagaimana Nona? Indah bukan? Sudah lama sebenarnya aku ingin berada di balkon kamar Nona ini. Tapi aku tak pernah kesampaian.” Ucapnya.
“Ya ini sangat indah” jawabku tersenyum indah. Rasanya sudah lama sekali aku tidak tersenyum seperti ini. Dan baru kali inilah aku merasakan damai di dalam hatiku.

Andre tersenyum melihat senyum di wajahku. Sebetulnya, Andre dan aku sering bermain bersama saat kami masih kecil. Namun, entah kenapa saat aku telah beranjak dewasa kedekatan antra kami mulai memudar. Karena aktivitas padatku, dan jarangnya aku di rumah. Mungkin itulah faktornya. Andre, anaknya baik, sopan, lucu, menggemaskan, dan ceroboh. Aku sangat ingat sekali kejadian saat kami masih kecil, dia meninggalkan sepedaku dan mengejar layang-layang. Dan alhasil layang-layang dia dapatkan, tapi sepedaku hilang. Free Chips 5.000

Dan tak kalah menariknya lagi dia pernah menungguku pulang sekolah di halaman padahal waktu itu hujan sangat deras. Dia rela menunggu di ayunan tempat kami sering bermain, andre tak mau masuk ke rumah sampai aku pulang. Haha anak yang aneh. Besoknya dia sakit selama 1 minggu. Dan akulah yang merawatnya sampai dia sembuh. Aku tersenyum mengingat kejadian itu.

“Nonaaa…”
“Hei. Ayolah kenapa kita kaku seperti ini. Panggil saja aku Belinda, tak perlu memakai nona..” Ucapku
“Haha iya bel,” jawabnya tersenyum.

Kunikmati lagi pagi hari yang indah itu, bersama sahabat kecil yang selalu bisa membuatku merasa damai dan tenang saat bersamanya. Kami saling diam, seakan tidak tau harus memulai percakapan. Ada apa dengan kami? Begitu jauhkah jarak yang selama ini membentengi kami? Sehingga memulai percakapan pun kami tidak bisa. Aku merengkuh, seakan ingin memanggil nama Andre, namun lidahku kelu. Mulutku seakan tak bisa membuka. Aku menghela nafas. Free Chips 5.000

“Rasanya sudah lama kita tidak seperti ini ya bel?” tanya Andre.
Aku tertegun. Aku tidak mampu menjawab pertanyaan itu. Lagi lagi lidahku kelu, mulut rasanya enggan membuka.
“Kamu kenapa diam? Aku tau kamu sendiri, kamu terluka, kamu sedih, kamu kesepian. Kamu pasti canggung untuk menyapaku kan? Aku tau, matamu itu selalu bicara saat memandangku. Kenapa saat kau sedih kau tak datang menemuiku? Bukankah dulu kau berjanji akan selalu berbagi kisah indah atau sedih bersamaku. Kalo boleh jujur aku, aku. Rindu kamu bel” ucap Andre sambil mengenggam tanganku.

Seolah tersentak dengan ucapan andre tadi, mataku tiba tiba menjadi nanar. Tidak ada yang bisa mengerti perasaanku kecuali Andre sahabat kecilku. Bahkan kedua orangtuaku saja mereka tidak tau apa mauku dan bagaimana perasaanku. Aku terisak. Aku sedih. Maafkan aku ndre.
Dan sepertinya andre tau aku menangis, dia membalikan tubuhnya menghadapku. Dia belai rambut indahku yang tergerai. Free Chips 5.000

“Kamu boleh kok nangis, ayo sini.” Katanya yang langsung menarik tubuhku dalam pelukannya. Tangisku meledak, kulampiaskan semua perasaanku itu di pelukan Andre. Aku benar benar terisak, sesak di dadaku membuat air mata yang mengalir makin deras. Andai semua orang seperti Andre, yang selalu mengerti aku. Kubenamkan wajahku lebih dalam di pelukan Andre, dan aku melingkarkan tanganku di pinggang Andre lebih erat. Dan Andre mengusap lembut kepalaku.

Setelah aku merasa lega, aku melepaskan pelukan Andre. Aku tertunduk malu.
“Udah ya jangan nangis lagi, kamu harus inget. Aku akan selalu ada buat kamu, sampai kapan pun” ucap Andre

Aku tersenyum.
Merasa sangat beruntung sekali, mempunyai sahabat kecil seperti Andre. Maafkan aku Andre yang selalu acuh, dan angkuh kepadamu. Aku hanya tak bisa memulai. Jika boleh jujur juga, aku sangat merindukanmu. Terimakasih telah mengerti aku dan perasaanku.

Semenjak kejadian itu, aku dan Andre semakin akrab. Jalinan persahabatn yang dulu sempat terputus kini menyambung lagi. Aku dan Andre. Berbagi suka dan duka. Hanya Andre satu satunya orang yang selalu bisa mendamaikan hatiku. Inilah gunanya persahabatan.

Sahabat adalah bukan tentang siapa yang menyerukanmu ketika kamu menang. Namun tentang siapa yang menggandeng tanganmu ketika kamu kehilangan arah. Free Chips 5.000

The End